Sejarah Kota Semarang bermula sekitar abad ke-8
M, yaitu daerah pesisir Pulau Jawa yang bernama Pragota (sekarang menjadi
Bergota) dan merupakan bagian dari kerajaan Mataram Kuno. Daerah tersebut pada
masa itu merupakan pelabuhan dan di depannya terdapat gugusan pulau-pulau
kecil. Akibat pengendapan, yang hingga sekarang masih terus berlangsung,
gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan. Bagian kota Semarang Bawah
yang dikenal sekarang ini dengan demikian dahulu merupakan laut. Pelabuhan
tersebut diperkirakan berada di daerah Pasar Bulu sekarang dan memanjang masuk
ke Pelabuhan Simongan, tempat armada Laksamana Cheng Ho bersandar pada tahun
1405 M. Jejak jejak tempat pendaratan Cheng Ho ini sampai sekarang masih
dikunjungi di Sam Po Kong (Gedung Batu) dan replika kapalnya berada di sungai
di depan Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok.
Pada akhir abad ke-15 M ada seseorang
ditempatkan oleh Kerajaan Demak, dikenal sebagai Pangeran Made Pandan (Sunan
Pandanaran I), untuk menyebarkan agama Islam dari perbukitan Pragota. Dari
waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu muncullah
pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang), sehingga memberikan gelar atau
nama daerah itu menjadi Semarang.
Sebagai pendiri desa, kemudian menjadi kepala
daerah setempat, dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya,
pimpinan daerah dipegang oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II (kelak
disebut sebagai Sunan Bayat atau Sunan Pandanaran II atau Sunan Pandanaran
Bayat atau Ki Ageng Pandanaran atau Sunan Pandanaran saja). Di bawah pimpinan
Pandan Arang II, daerah Semarang semakin menunjukkan pertumbuhannya yang
meningkat, sehingga menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari Pajang. Karena
persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, maka diputuskan untuk menjadikan
Semarang setingkat dengan Kabupaten. Pada tanggal 2 Mei 1547 bertepatan dengan
peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 rabiul awal tahun 954 H
disahkan oleh Sultan Hadiwijaya setelah berkonsultasi dengan Sunan Kalijaga.
Tanggal 2 Mei kemudian ditetapkan sebagai hari jadi kota Semarang.
Kemudian pada tahun 1678 Amangkurat II dari
Mataram, berjanji kepada VOC untuk memberikan Semarang sebagai pembayaran
hutangnya, dia mengklaim daerah Priangan dan pajak dari pelabuhan pesisir
sampai hutangnya lunas. Pada tahun 1705 Susuhunan Pakubuwono I menyerahkan
Semarang kepada VOC sebagai bagian dari perjanjiannya karena telah dibantu
untuk merebut Kartasura. Sejak saat itu Semarang resmi menjadi kota milik VOC
dan kemudian Pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1906 dengan Stanblat Nomor 120 tahun
1906 dibentuklah Pemerintah Gemeente. Pemerintah kota besar ini dikepalai oleh
seorang Burgemeester (Wali kota). Sistem Pemerintahan ini dipegang oleh
orang-orang Belanda berakhir pada tahun 1942 dengan datangya pemerintahan
pendudukan Jepang.
Pada masa Jepang terbentuklah pemerintah daerah
Semarang yang dikepalai Militer (Shico) dari Jepang. Didampingi oleh dua orang
wakil (Fuku Shico) yang masing-masing dari Jepang dan seorang bangsa Indonesia.
Tidak lama sesudah kemerdekaan, yaitu tanggal 15 sampai 20 Oktober 1945
terjadilah peristiwa kepahlawanan pemuda-pemuda Semarang yang bertempur melawan
balatentara Jepang yang bersikeras tidak bersedia menyerahkan diri kepada
Pasukan Republik. Perjuangan ini dikenal dengan nama Pertempuran Lima Hari.
Tahun 1946 Inggris atas nama Sekutu menyerahkan
kota Semarang kepada pihak Belanda. Ini terjadi pada tanggal l6 Mei 1946.
Tanggal 3 Juni 1946 dengan tipu muslihatnya, pihak Belanda menangkap Mr. Imam
Sudjahri, wali kota Semarang sebelum proklamasi kemerdekaan. Selama masa
pendudukan Belanda tidak ada pemerintahan daerah kota Semarang. Namun para
pejuang di bidang pemerintahan tetap menjalankan pemerintahan di daerah
pedalaman atau daerah pengungsian di luar kota sampai dengan bulan Desember
1948. daerah pengungsian berpindah-pindah mulai dari kota Purwodadi, Gubug,
Kedungjati, Salatiga, dan akhirnya di Yogyakarta. Pimpinan pemerintahan
berturut-turut dipegang oleh R Patah, R. Prawotosudibyo dan Mr Ichsan.
Pemerintahan pendudukan Belanda yang dikenal dengan Recomba berusaha membentuk
kembali pemerintahan Gemeente seperti pada masa kolonial dulu di bawah pimpinan
R Slamet Tirtosubroto. Hal itu tidak berhasil, karena dalam masa pemulihan
kedaulatan harus menyerahkan kepada Komandan KMKB Semarang pada bulan Februari
1950. tanggal I April 1950 Mayor Suhardi, Komandan KMKB. menyerahkan
kepemimpinan pemerintah daerah Semarang kepada Mr Koesoedibyono, seorang
pegawai tinggi Kementerian Dalam Negeri di Yogyakarta. Ia menyusun kembali
aparat pemerintahan guna memperlancar jalannya pemerintahan.
Kini Kota Semarang telah berusia usia 465 tahun,
umur yang sudah matang bagi sebuah kota, terus membangun, untuk berusaha
mengejar ketertinggalan untuk menjadi setara dengan Kota Kota besar lainnya
seperti Jakarta atau Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar